KOTA MADIUN - Penyidik seksi Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Negeri Kota Madiun menetapkan tersangka mantan Kepala Kantor ATR/BPN Kota Madiun berinisial S, pihak pengembang berinisial HS, dan TI dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait penyalahgunaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) atau Fasos/Fasum pada Perumahan PAL.
Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari penyidikan yang mendalam setelah Penyidik memperoleh lebih dari 2 alat bukti sehingga ditemukan peristiwa pidana terkait penyalahgunaan aset negara/aset Pemerintah Kota Madiun oleh para tersangka, " kata Kepala Kejari Kota Madiun, Dede Sutisna, S.H., M.H dalam keterangan tertulisnya yang disampaikan Kasi Intel, Dicky Andi Firmansyah, S.H., M.H, Senin (9/12/2024) sekitar pukul 13.00 WIB.
Kasus ini bermula dari adanya laporan pengaduan masyarakat terkait adanya dugaan mafia tanah dengan menyalahgunakan tanah-tanah yang seharusnya menjadi Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) atau Fasos/Fasum yang sudah ditetapkan oleh
Pemerintah Kota Madiun kemudian dikomersilkan untuk memperoleh keuntungan pengembang.
Investigasi lebih lanjut dilakukan oleh tim Penyidik Kejaksaan Negeri Kota Madiun telah mengungkap bahwa oknum ATR/BPN Kota Madiun tersebut dan pengembang PT. PLP terlibat dalam tindakan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp. 2, 4 Milyar sebagaimana hasil audit perhitungan kerugian negara oleh Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur.
Menurut penyidik, adapun modus operandi yakni dengan “memanipulasi izin yang telah ditetapkan oleh Pemerintah".
Kasus ini berawal dari pihak pengembang dalam hal ini PT. PLP mengajukan permohonan pengembangan perumahan di Jl. Pilang AMD, Kelurahan Kanigoro,
Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, dengan siteplan awal yang diajukan oleh pihak pengembang yakni untuk membangun 38 unit rumah.
Berdasarkan penggabungan dua sertifikat tanah menjadi satu Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas pengajuan permohonan pihak pengembang tersebut, pihak Pemkot Madiun menetapkan hanya 35 unit rumah yang diperbolehkan untuk dibangun sesuai dalam SKRK / advice planning (siteplan) yang dikeluarkan oleh Pemkot Madiun.
Namun dalam perjalanannya pihak pengembang dalam mengajukan permohonan Pemisahan/Pemecahan sertipikat tanah di Kantor BPN Kota Madiun dan mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pengembang telah memanipulasi data dokumen perizinan yakni “dengan sengaja tetap menggunakan site plan versi pengembang yakni untuk 38 unit rumah“
Sedangkan Kantor BPN Kota Madiun menyutujui permohonan dari pengembang untuk menerbitkan 38 SHGB tersebut Padahal dalam ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BPN Republik Indonesia Nomor : 1 tahun 2010 mensyaratkan dalam permohonan oleh Badan Hukun untuk menerbitkan pemecahan SHGB adalah Rencana tapak/siteplan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Baca juga:
Sinergi Bersama Antisipasi Karhutla 2024
|
Kemudian Kantor DPMPTSP Kota Madiun juga menyetujui pengajuan IMB tersebut tanpa mendasari rekomendasi resmi dari Pemkot Madiun.
Selanjutnya pihak Pengembang berusaha menyerahkan Fasos/Fasum beberapa kali (2016-2021), namun tidak diterima Pemkot Madiun karena “tidak sesuai dengan advice planning/siteplan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Madiun yang mengharuskan pengembang menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Bahwa pihak pengembang telah membangun 3 unit rumah di atas lahan yang seharusnya dialokasikan untuk RTH sehingga menyebabkan kekurangan fasilitas untuk masyarakat, pengembang bahkan mengkomersilkan dengan menjual 3 unit rumah tersebut kepada konsumen dengan total nilai jual mencapai lebih dari Rp. 1 miliar.
Dalam proses penyidikan hingga penetapan tersangka, Kejari Kota Madiun telah memeriksa saksi - saksi dari pihak Pemkot Madiun, BPN Kota Madiun, serta Pengembang dan beberapa Ahli diantaranya Ahli keuangan negara, Ahli pidana dari
UNAIR, Ahli dari BPKP , serta meminta audit perhitungan kerugian negara dari Perwakilan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan hasil audit Kerugian Negara yang dilakukan oleh Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur, bahwa kerugian negara yang diakibatkan penyalahgunaan PSU di Perumahan PAL oleh tindakan para tersangka diperkirakan mencapai Rp. 2, 4 Milyar diantaranya Aset berupa ruang terbuka hijau yang seharusnya menjadi hak negara telah dialihkan untuk kepentingan komersial, sehingga merugikan Pemerintah Kota Madiun.
Bahwa sebelumya pada tanggal 19 November 2021, pada kegiatan Rapat Koordinasi Monitoring dan Evaluasi MCP dan Tematik oleh KPK yang merupakan program penyelamatan keuangan dan aset daerah salah satunya yang menjadi atensi adalah
penyelesaian aset bermasalah dan penertiban fasos/fasum, dalam kesempatannya juga tim KPK mengunjungi Perumahan PAL tersebut.
Kepala Kejaksaan Negeri Kota Madiun, Dede Sutisna, S.H., M.H. mengatakan “pihaknya telah memperoleh data dari total perumahan yang ada di Kota Madiun sebanyak 118 perumahan dan yang sudah menyerahkan PSU perumahan baru sebanyak 27 perumahan, sehingga diperlukan ketegasan dalam menegakkan aturan yang berlaku agar serah terima PSU Perumahan bisa berjalan secara optimal”.
Berdasarkan PERDA Nomor 14 Tahun 2017 BAB V Pasal 11 tentang penyediaan PSU setiap pengembang wajib menyediakan PSU dengan proporsi paling sedikit 40?ri luas tanah yang dikembangkan.
Kanjut Kepala Kejaksaan Negeri Kota Madiun, Dede Sutisna, S.H., M.H. mengungkapkan “Bahwa pihak nya berkomitmen untuk penyelamatan keuangan negara berupa aset negara baik BUMN maupun aset daerah di Kota Madiun yang disalahgunakan dengan melawan Hukum oleh para pihak”, sehingga mengakibatkan hilang nya suatu hak negara /daerah yang seharusnya dimiliki/diterima sebagaimana diatur Undang-Undang“.
"Niat jahat pengembang perumahan yang melakukan manipulasi terhadap fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) bisa merugikan banyak pihak, baik penghuni perumahan hingga Negara (Pemkot), dimana warga yang ada diperumahan
seharusnya mendapatkan Hak-haknya, kemudian Pemerintah bisa menunaikan kewajibannya untuk membangun/mensejahterakan masyarakat perumahan tersebut serta bertambahnya aset Negara/Pemerintah Kota Madiun”.
Pasca penindakan ini, Pihaknya juga akan menggandeng Pemerintah Kota Madiun untuk memperbaiki tata kelola terkait permasalahan Prasarana, Sarana dan Utilitan (PSU) atau Fasos/Fasum yang ada di Kota Madiun.
Tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 UU Nomor : 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor : 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun.